Senin, 13 Agustus 2012 21:57 |
![]() Segala aktivitas seni di Kampung Cempluk, merupakan simbol nyata semangat kegotongroyongan empat RT di RW 2 Dusun Sumberejo Desa Walisongo. RW yang mayoritas warga pria-nya menjadi pekerja bangunan, dan wanita mayoritas adalah buruh rokok. Jika siang hari, suasana Kampung Cempluk, seperti kampung mati. Hanya ada anak kecil dan warga lanjut usia. Hampir tidak ada aktivitas yang terlihat di ruas-ruas jalan kampung. Kampung Cempluk memulai aktivitasnya secara sederhana, bermodalkan apa yang mereka miliki. Membuat barongsai misalnya. Warga memanfaatkan banner bekas, serbuk kayu bekas proyek, bekas bohlam lampu dan patungan membeli kulit kambing sebagai kepala barongsai. Mereka memberi nama ‘Singa Liar’ pada hasil kreasinya ini. Warga-pun aktif berlatih memainkan kesenian yang diadaptasi dari budaya masyarakat Tiong Hoa ini. ‘’Latihannya malam hari setelah bekerja. Meski pagi hingga sore bekerja di bangunan, tapi kami semangat untuk berlatih,’’ ujar Tu’in salah satu penggiat Barongsai Singa Liar. Tu’in menambahkan, membuat barongasai ala Kampung Cempluk adalah belajar otodidak. Biayanya, sekitar Rp 700 ribu. ‘’Berbeda dengan tempat lain, barongsai asli Cina berwarna terang seperti kuning, merah, dan orange. Barongsai kami berwarna putih dan hitam bulunya berbahan tali rafia,’’ beber Tu’in kepada Malang Post. Barongsai Kampung Cempluk memiliki keunikan tersendiri. Jika barongsai Cina diiringi musik khas oriental, barongsai ini diiringi musik Jawa. Tak salah jika Kampung Cempluk menamakan dirinya sebagai kampung komunal seni budaya kontemporer. Meski belum banyak yang mengenal barongsai Singa Liar, barongsai ala Kampung Cempluk ini, beberapa kali pernah ditawari untuk mengisi acara di beberapa tempat. Tak hanya warga berusia dewasa yang jiwa seni-nya menggeliat, anak usia sekolah-pun tak mau kalah. Mereka aktif dalam kegiatan permainan tradisional yang mulai ditinggalkan masyarakat modern. Bermain jumprit singit atau petak umpet, engklek, bahkan membuat wayang berbahan batang singkong menjadi aktivitasnya. Video game seolah belum mampu menggerus semangat bermain tradisionalnya. ‘’Jika dilihat pada event tahun-tahun sebelumnya, biaya yang kami keluarkan tidak sedikit. Di atas Rp 50 juta. Itupun swadaya masyarakat. Jujur saja, kami tidak sreg jika melibatkan birokrasi karena akan lebih rumit,’’ ujar Sukadi, Ketua Panitia Kampung Cempluk Festival. Sukadi menambahkan, mulai tahun ini panitia berencana menggandeng sponsor untuk mendukung Kampung Cempluk Festival. ‘’Sedang kami coba menawarkan pada swasta. Proposal juga sudah kami ajukan,’’ ujar Sukadi. Sukadi menambahkan, berbagai persiapan telah dilakukan warga Kampung Cempluk untuk menggelar Kampung Cempluk Festival. Selain berlatih, warga kampung juga menggarap mural di tembok-tembok kampung. Cat yang digunakan merupakan cat sisa proyek yang dikerjakan warga. ‘’Jika festival ini menjadi agenda tahunan, kami berharap secara bertahap Kampung Cempluk mampu menjadi kampung wisata. Kami optimis lima atau enam tahun lagi Kampung Cempluk akan bisa mewujudkannya,’’ ujar Redy Eko Prastyo, salah satu pengaggas Kampung Cempluk Festival. (winin maulidya saffanah)
sumber: http://www.malang-post.com/menufeature/51831--melihat-aktivitas-berkesenian-warga-kampung-cempluk-habis
|
Menu Drop Down
Kamis, 16 Agustus 2012
Melihat Aktivitas Berkesenian Warga Kampung Cempluk
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar