ARCANA FOUNDATION dan TEATER GARASI
Mempersembahkan reportoar : "GANDAMAYU; Perempuan Ibu Sejati Langit dan Bumi".
Sutradara : Yudi Ahmad Tajudin dan Gunawan Maryanto
Pemain : Ine Febriyanti | Ayu Laksmi | Landung Simatupang | Whani Darmawan.
Berdasarkan Novel "GANDAMAYU", karya Putu Fajar Arcana
Tanggal : 4-5 September 2012
Pukul : 20.00 Wib
Tempat : Gedung Kesenian Jakarta.
-------------
Keterangan Gambar Denah Tempat Duduk:
Sayap Kanan dari gambar adalah tempat duduk bernomor GANJIL
Sayap Kiri dari gambar adalah tempat duduk bernomor GENAP
Berikut gambar denah layout untuk tempat duduk yang bisa dipilih beserta harganya :
Baris B (seluruhnya) dan T (khusus T hanya wing kiri dari gambar) - Rp. 75.000
Baris D ,F, P dan R - Rp. 100.000
Baris H , J dan N - Rp. 150.000
Baris KL adalah VIP (start 500.000 - keatas)
Ballroom BB lantai 2 ( 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22) : Rp. 50.000
Ballroom AA lantai 2 ( 1, 3, 5,7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25) : Rp. 50.000
Berikut adalah cara pembelian untuk tiket pertunjukan teater Gandamayu :
1. Silakan kirim email ke: gandamayu.official@gmail.com, atau follow
dan mention twitter kita di: @Gandamayu_ dan @johanamay, dengan format
sbb:
Nama , Jumlah Tiket, No.tempat duduk, Tanggal Pertunjukan , Contohnya ( Johana, 5 tiket, B(4,6,8,10,12) , 5 Sept)
2. Kami akan mengirimkan email balasan / DM , untuk total pembayaran dan juga alamat rekening transfer.
3. Batas waktu booking seat sampai dengan transaksi pembayaran adalah 2
x 24 jam, apabila melewati waktu yang telah ditentukan , maka tiket
akan kami anggap batal dan dijual kembali.
4. Email foto, atau
scan, tanda bukti pembayaran ke: gandamayu.official@gmail.com . Untuk
pembayaran dengan m-banking tanda bukti bisa diemail atau di SMS ke
0856.9324.1718
5. Harap diperhatikan, kursi akan diberikan
kepada pembeli yang lebih dahulu melakukan pembayaran, dan list kursi
yang terjual akan dipublish setelah kita menerima transfer pembayaran.
First come , first serve
(Sumber : http://gandamayu.blogspot.com/)
-------------
:: Gandamayu Mitologi Oleh Putu Fajar Arcana ::
Kenyataan seringkali berkelindan dengan sesuatu yang mitologis.
Kisah-kisah yang hidup dalam dunia wayang kemudian ditejermahkan dalam
ritual keseharian dan bahkan menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang.
Bagi sebagian orang Bali dan Jawa ruwatan menjadi satu jalan spiritual
dengan pengharapan “terlahir” kembali menjadi manusia “baru”, yang jauh
lebih memiliki kualitas hidup dalam segala sisi.
Tak lain acuan
nilai bagi ritual ruwatan itu adalah penggalan kisah Mahabharata,
ketika Sahadewa atas petunjuk Dewa Siwa, berhasil meruwat Dewi Durga
yang berwajah raksasa, kembali menjadi Dewi Uma yang rupawan. Di Bali
kisah ini dikenal dengan berbagai versi dan judul serta diolah dalam
seni yang beragam, salah satunya berjudul Sudamala. Sudamala tak lain
adalah Sahadewa, julukan yang diberikan Dewi Uma lantaran telah
“melahirkan” kembali dirinya menjadi dewi yang cantik.
Di Bali
dan Jawa ritual ruwatan biasanya didahului oleh pementasan wayang yang
memainkan lakon Sudamala. Pada sesi akhir dari pentas, sang dalang
melakukan ritual ruwatan kepada sejumlah orang, terutama bagi mereka
yang menanggap wayang itu. Dalam ritual semacam, ini kita sesungguhnya
menemukan terjadinya konvergensi antara kenyataan dan mitologi. Kita
menemukan mitologi tidak hanya dijadikan sumber nilai, tetapi melebur
dalam prilaku sehari-hari dengan medium ritual.
Konvergensi
semacam itu barangkali lebih sublim terjadi di Bali. Melukat atau
meruwat tidak hanya dilakukan dengan mementaskan pertunjukan wayang,
tetapi hampir setiap memulai aktivitas yang berkaitan dengan kesucian,
mereka melukat atau membersihkan diri secara spiritual.Melukat dimaksud
sebagai pembersihan diri dari sifat- sifat raksasa yang ada dalam diri,
lalu terlahir menjadi manusia yang dipenuhi sifat-sifat baik. Pandangan
ini beranggapan bahwa dalam diri setiap orang terdapat sifat-sifat
raksasa, sifat-sifat yang merugikan, dan oleh sebab itulah setiap waktu
mesti “ditekan” agar tidak muncul sebagai karakter yang dominan. Dalam
filosofi Bali pandangan ini populer dianut sebagai rwa binneda, dua
penyeimbang kehidupan, seperti kanan-kiri, yang saling mengontrol.
Novel Penulisan novel Gandamayu, ini sebenarnya merunut pemikiran dan realitas tadi.
Saya membaurkan antara realitas sehari-hari dengan realitas mitologis,
yang tadinya hanya hidup dalam dunia wayang. Kehidupan di masa kecil
bersama bapak, menelusuri jalan-jalan desa di Bali dengan sepeda,
menjadi benang-waktu penghubung dunia keseharian itu dengan dunia wayang
sebagai sumber acuan nilai.
Bersepeda di masa lalu adalah
sebuah pergerakan kehidupan yang pelan tetapi niscaya. Semasa kecil
dahulu, tentu saya tidak berpikir akan menuliskan penggalan perjalanan
hidup bersama bapak, menjadi sebuah novel. Mengapa kemudian berhubungan
dengan hal-hal semacam ruwatan?
Pertama, novel ini sebenarnya
ditulis tahun 2007 semasa saya bertugas di Yogyakarta. Malam hari
saat-saat bebas dari tugas saya menuliskan kalimat-kalimat seberapa pun
adanya. Pada awalnya penulisan itu didorong oleh keinginan Pusat Bahasa
menerbitkan kembali kisah-kisah klasik yang hidup di banyak daerah
dengan memberinya sentuhan baru. Oleh sebab itulah Gandamayu pada
awalnya berjudul Gandamayu, Cinta Perempuan Terkutuk, pernah diterbitkan
secara terbatas oleh Pusat Bahasa tahun 2009. Penyebarannya, hanya
sebatas beberapa perpustakaan sekolah dan tidak pernah beredar dalam
publik pembaca yang lebih luas.
Kedua, sampai sekarang
masih terkenang pengelanaan kami (bapak dan saya) ke berbagai desa
bersepeda. Bapak dulu, semasa tahun-tahun 1970-an di desa dikenal sangat
piawai menembang. Di Bali dikenal istilah mabebasan, di mana
orang-orang yang lihai menembangkan kisah-kisah dalam Ramayana atau
Mahabharata berkumpul dan secara bergantian memperdengarkan tembang.
Medium kumpul biasanya upacara-upacara yang dilakukan penduduk di
pedesaan.
Bapak sering kali mendapat undangan dan kebetulan
tema yang sering ia bawakan tentang kisah ruwatan Dewi Durga oleh
Sudamala. Saya selalu dibonceng dan kalau malam terlalu larut lalu tidur
di pangkuannya, di mana bapak terus menembang sampai pagi. Sebagian
dari biografi kami inilah yang kemudian saya gunakan sebagai penghubung
untuk menjangkau dunia mitologis yang terkadang hanya hidup di masa lalu
tetapi mengontrol hidup kita kini.
Ketiga, ternyata kemudian
biografi itu sangat bermanfaat untuk menghindarkan “cuma” menceritakan
ulang tentang mitologi atau bahkan menyalin mentah-mentah kisah yang
sebenarnya bisa dibaca dalam Mahabharata itu. Saya menarik mitologi
menjadi dekat dengan keseharian, sebaliknya menghubungkan keseharian
dengan nilai yang sampai kini masih diacu oleh sebagian masyarakat.
Selebihnya biarlah novel ini yang bicara.
Sudah pada tempatnya saya mengucapkan terima kasih kepada B Supriyanto,
Manager Penerbit Buku Kompas (PBK) dan Mulyawan Karim (editor PBK),
yang bersedia menerbitkan novel ini setelah begitu
lama tersimpan
dalam laci saya. Ini kesempatan yang baik bagi saya untuk berbagi
sekelumit kisah hidup yang (mudah-mudahan) bisa dijadikan pedoman dalam
menjalani kehidupan kita masing-masing. Harapannya, sebuah cerita tak
hanya menghibur tetapi memberi secercah harapan untuk menjadikan hidup
hari ini lebih baik dari kemarin.
Tentu saja, sudah sepantasnya
saya mengucapkan terima kasih kepada N Riantiarno, yang beberapa kali
mementaskan kisah serupa bersama Teater Koma, Mira Lesmana, produser
film yang bervisi, Lola Amaria, produser dan sutradara film muda yang
percaya pada kekuatan cerita, dan sastrawan Agus Noor, yang
kisah-kisahnya dikenal luas publik pembaca. Mereka adalah para pembaca
awal novel ini dan kemudian menuliskan endorsement.
Terakhir
terima kasih bagi para pembaca tulisan-tulisan saya. Tanpa Anda semua
sebuah tulisan tentulah kehilangan maknanya dan hanya akan menjadi
kata-kata tak terbaca dalam lemari-lemari toko buku yang berdebu….
Jakarta, November 2011
Putu Fajar Arcana
Sumber : http://gandamayu.blogspot.com/
2012/07/gandamayu-mitologi-oleh-putu-fa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar