Menu Drop Down

Kamis, 16 Agustus 2012

ARCANA FOUNDATION dan TEATER GARASI
Mempersembahkan reportoar : "GANDAMAYU; Perempuan Ibu Sejati Langit dan Bumi".

Sutradara : Yudi Ahmad Tajudin dan Gunawan Maryanto
Pemain : Ine Febriyanti | Ayu Laksmi | Landung Simatupang | Whani Darmawan.

 
Berdasarkan Novel "GANDAMAYU", karya Putu Fajar Arcana

Tanggal : 4-5 September 2012
Pukul : 20.00 Wib
Tempat : Gedung Kesenian Jakarta.
-------------

Keterangan Gambar Denah Tempat Duduk:

Sayap Kanan dari gambar adalah tempat duduk bernomor GANJIL
Sayap Kiri dari gambar adalah tempat duduk bernomor GENAP


Berikut gambar denah layout untuk tempat duduk yang bisa dipilih beserta harganya :
Baris B (seluruhnya) dan T (khusus T hanya wing kiri dari gambar) - Rp. 75.000
Baris D ,F, P dan R - Rp. 100.000
Baris H , J dan N - Rp. 150.000
Baris KL adalah VIP (start 500.000 - keatas)

Ballroom BB lantai 2 ( 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22) : Rp. 50.000
Ballroom AA lantai 2 ( 1, 3, 5,7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25) : Rp. 50.000

Berikut adalah cara pembelian untuk tiket pertunjukan teater Gandamayu :

1. Silakan kirim email ke: gandamayu.official@gmail.com, atau follow dan mention twitter kita di: @Gandamayu_ dan @johanamay, dengan format sbb:

Nama , Jumlah Tiket, No.tempat duduk, Tanggal Pertunjukan , Contohnya ( Johana, 5 tiket, B(4,6,8,10,12) , 5 Sept)

2. Kami akan mengirimkan email balasan / DM , untuk total pembayaran dan juga alamat rekening transfer.

3. Batas waktu booking seat sampai dengan transaksi pembayaran adalah 2 x 24 jam, apabila melewati waktu yang telah ditentukan , maka tiket akan kami anggap batal dan dijual kembali.

4. Email foto, atau scan, tanda bukti pembayaran ke: gandamayu.official@gmail.com . Untuk pembayaran dengan m-banking tanda bukti bisa diemail atau di SMS ke 0856.9324.1718

5. Harap diperhatikan, kursi akan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu melakukan pembayaran, dan list kursi yang terjual akan dipublish setelah kita menerima transfer pembayaran.
First come , first serve

(Sumber : http://gandamayu.blogspot.com/)
-------------

:: Gandamayu Mitologi Oleh Putu Fajar Arcana ::

Kenyataan seringkali berkelindan dengan sesuatu yang mitologis. Kisah-kisah yang hidup dalam dunia wayang kemudian ditejermahkan dalam ritual keseharian dan bahkan menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang. Bagi sebagian orang Bali dan Jawa ruwatan menjadi satu jalan spiritual dengan pengharapan “terlahir” kembali menjadi manusia “baru”, yang jauh lebih memiliki kualitas hidup dalam segala sisi.

Tak lain acuan nilai bagi ritual ruwatan itu adalah penggalan kisah Mahabharata, ketika Sahadewa atas petunjuk Dewa Siwa, berhasil meruwat Dewi Durga yang berwajah raksasa, kembali menjadi Dewi Uma yang rupawan. Di Bali kisah ini dikenal dengan berbagai versi dan judul serta diolah dalam seni yang beragam, salah satunya berjudul Sudamala. Sudamala tak lain adalah Sahadewa, julukan yang diberikan Dewi Uma lantaran telah “melahirkan” kembali dirinya menjadi dewi yang cantik.

Di Bali dan Jawa ritual ruwatan biasanya didahului oleh pementasan wayang yang memainkan lakon Sudamala. Pada sesi akhir dari pentas, sang dalang melakukan ritual ruwatan kepada sejumlah orang, terutama bagi mereka yang menanggap wayang itu. Dalam ritual semacam, ini kita sesungguhnya menemukan terjadinya konvergensi antara kenyataan dan mitologi. Kita menemukan mitologi tidak hanya dijadikan sumber nilai, tetapi melebur dalam prilaku sehari-hari dengan medium ritual.

Konvergensi semacam itu barangkali lebih sublim terjadi di Bali. Melukat atau meruwat tidak hanya dilakukan dengan mementaskan pertunjukan wayang, tetapi hampir setiap memulai aktivitas yang berkaitan dengan kesucian, mereka melukat atau membersihkan diri secara spiritual.Melukat dimaksud sebagai pembersihan diri dari sifat- sifat raksasa yang ada dalam diri, lalu terlahir menjadi manusia yang dipenuhi sifat-sifat baik. Pandangan ini beranggapan bahwa dalam diri setiap orang terdapat sifat-sifat raksasa, sifat-sifat yang merugikan, dan oleh sebab itulah setiap waktu mesti “ditekan” agar tidak muncul sebagai karakter yang dominan. Dalam filosofi Bali pandangan ini populer dianut sebagai rwa binneda, dua penyeimbang kehidupan, seperti kanan-kiri, yang saling mengontrol.

Novel Penulisan novel Gandamayu, ini sebenarnya merunut pemikiran dan realitas tadi.

Saya membaurkan antara realitas sehari-hari dengan realitas mitologis, yang tadinya hanya hidup dalam dunia wayang. Kehidupan di masa kecil bersama bapak, menelusuri jalan-jalan desa di Bali dengan sepeda, menjadi benang-waktu penghubung dunia keseharian itu dengan dunia wayang sebagai sumber acuan nilai.

Bersepeda di masa lalu adalah sebuah pergerakan kehidupan yang pelan tetapi niscaya. Semasa kecil dahulu, tentu saya tidak berpikir akan menuliskan penggalan perjalanan hidup bersama bapak, menjadi sebuah novel. Mengapa kemudian berhubungan dengan hal-hal semacam ruwatan?

Pertama, novel ini sebenarnya ditulis tahun 2007 semasa saya bertugas di Yogyakarta. Malam hari saat-saat bebas dari tugas saya menuliskan kalimat-kalimat seberapa pun adanya. Pada awalnya penulisan itu didorong oleh keinginan Pusat Bahasa menerbitkan kembali kisah-kisah klasik yang hidup di banyak daerah dengan memberinya sentuhan baru. Oleh sebab itulah Gandamayu pada awalnya berjudul Gandamayu, Cinta Perempuan Terkutuk, pernah diterbitkan secara terbatas oleh Pusat Bahasa tahun 2009. Penyebarannya, hanya sebatas beberapa perpustakaan sekolah dan tidak pernah beredar dalam publik pembaca yang lebih luas.


Kedua, sampai sekarang masih terkenang pengelanaan kami (bapak dan saya) ke berbagai desa bersepeda. Bapak dulu, semasa tahun-tahun 1970-an di desa dikenal sangat piawai menembang. Di Bali dikenal istilah mabebasan, di mana orang-orang yang lihai menembangkan kisah-kisah dalam Ramayana atau Mahabharata berkumpul dan secara bergantian memperdengarkan tembang. Medium kumpul biasanya upacara-upacara yang dilakukan penduduk di pedesaan.

Bapak sering kali mendapat undangan dan kebetulan tema yang sering ia bawakan tentang kisah ruwatan Dewi Durga oleh Sudamala. Saya selalu dibonceng dan kalau malam terlalu larut lalu tidur di pangkuannya, di mana bapak terus menembang sampai pagi. Sebagian dari biografi kami inilah yang kemudian saya gunakan sebagai penghubung untuk menjangkau dunia mitologis yang terkadang hanya hidup di masa lalu tetapi mengontrol hidup kita kini.

Ketiga, ternyata kemudian biografi itu sangat bermanfaat untuk menghindarkan “cuma” menceritakan ulang tentang mitologi atau bahkan menyalin mentah-mentah kisah yang sebenarnya bisa dibaca dalam Mahabharata itu. Saya menarik mitologi menjadi dekat dengan keseharian, sebaliknya menghubungkan keseharian dengan nilai yang sampai kini masih diacu oleh sebagian masyarakat.

Selebihnya biarlah novel ini yang bicara.

Sudah pada tempatnya saya mengucapkan terima kasih kepada B Supriyanto, Manager Penerbit Buku Kompas (PBK) dan Mulyawan Karim (editor PBK), yang bersedia menerbitkan novel ini setelah begitu
lama tersimpan dalam laci saya. Ini kesempatan yang baik bagi saya untuk berbagi sekelumit kisah hidup yang (mudah-mudahan) bisa dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan kita masing-masing. Harapannya, sebuah cerita tak hanya menghibur tetapi memberi secercah harapan untuk menjadikan hidup hari ini lebih baik dari kemarin.

Tentu saja, sudah sepantasnya saya mengucapkan terima kasih kepada N Riantiarno, yang beberapa kali mementaskan kisah serupa bersama Teater Koma, Mira Lesmana, produser film yang bervisi, Lola Amaria, produser dan sutradara film muda yang percaya pada kekuatan cerita, dan sastrawan Agus Noor, yang kisah-kisahnya dikenal luas publik pembaca. Mereka adalah para pembaca awal novel ini dan kemudian menuliskan endorsement.

Terakhir terima kasih bagi para pembaca tulisan-tulisan saya. Tanpa Anda semua sebuah tulisan tentulah kehilangan maknanya dan hanya akan menjadi kata-kata tak terbaca dalam lemari-lemari toko buku yang berdebu….

Jakarta, November 2011
Putu Fajar Arcana

Sumber : http://gandamayu.blogspot.com/
2012/07/
gandamayu-mitologi-oleh-putu-fajar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar