Menu Drop Down

Selasa, 01 Januari 2013

Cinta Berat Sejarah, Dwi Cahyono Bangun Museum Pribadi di Malang | Radar Lampung

Cinta Berat Sejarah, Dwi Cahyono Bangun Museum Pribadi di Malang | Radar Lampung

[Tokoh] Dwi Cahyono, Pendiri Museum Malang Tempo Doeloe

Dwi Cahyono, Pendiri Museum Malang Tempo Doeloe

Ngalamers tentu sudah tak asing lagi bukan dengan namaDwi Cahyono? Ya, sebagai seorang pengusaha kenamaan sekaligus pemilik Yayasan Inggil yang mengonsep acara tahunan terakbar Malang Tempo Doeloe (MTD), nama Dwi Cahyono tentulah sudah banyak dikenal masyarakat Malang.
Kecintaan dan ketelatenan Dwi Cahyono untuk mempelajari serta mengumpulkan benda-benda yang terkait dengan sejarah Malang membuatnya juga dikenal sebagai seorang Sejarawan. Ia dikenal sangat getol mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menapaktilasi sejarah. Bahkan, ia tak segan-segan merogoh kocek yang cukup dalam untuk memprakarsai pembuatan Museum Malang Tempo Doeloe sejak sekitar 14 tahun lalu guna mengenalkan sejarah Malang seutuhnya, Ngalamers.
Menurut pria yang akrab disapa Dwi itu, dewasa ini masyrakat Malang maupun warga luar Malang lebih memilih untuk mengunjung mall ketimbang ke museum. Pasalnya, Dwi menilai, konsep museum yang ada hanya tampak seperti kumpulan benda antik, namun tak memberikan hiburan secara artistik. Oleh karena itulah, ia membangun museum pribadinya yang bertajuk Museum Malang Tempo Dulu itu, Ngalamers. "Harus ada konsep museum baru yang bisa menarik minat masyarakat khususnya anak muda untuk mempelajari sejarah Malang. Itulah yang membuat kita cinta Malang," kata Dwi Cahyono.
Dibandingkan dengan kebanyakan museum pada umumnya, konsep Museum Malang Tempo Doeloe yang didirikan oleh Dwi Cahyono memang terlihat berbeda. Pasalnya, Ngalamers akan dapat menemukan berbagai koleksi miniatur kehidupan pra sejarah yang usianya sekitar 1,5 juta tahun dari masa kerajaan sebelum berdirinya pemerintahan di Malang. Ada pula miniatur MTD. Lebih menarik lagi, museum yang terletak di Jalan Gajahmada nomor 2 Kota Malang (Belakang Balaikota Malang, red) ini disusun sedemikian rupa dengan dibingkai sesuai periodisasi kronologi sejarah yang apik. Ngalamers akan dibuat takjub dan merasa seolah-olah sedang berada di lorong waktu masa silam.
Dwi Cahyono, Pendiri Museum Malang Tempo Doeloe
Dimulai dari kehidupan 1,5 juta tahun lalu, cikal bakal lahirnya Kerajaan Kanjuruhan, Singasari, penjajahan Belanda, Jepang, masa perjuangan merebut kemerdekaan, hingga berbagai peristiwa pasca kemerdekaan bisa Ngalamers pelajari di museum milik Dwi Cahyono ini. Semua tergambar di dalam museum tersebut lengkap dengan perangkat audio visual yang diputar di layar televisi 20 inci yang ada di hampir setiap ruang. 

Sebagian video yang diputar berupa film dokumenter, sebagian lainnya bikinan Dwi sendiri. Misalnya, di ruang yang menggambarkan era bagaimana Kerajaan Singasari dibangun pada 1222 Masehi. Untuk menjelaskan sejarah itu, diputarlah film tentang Ken Arok (pendiri dan raja Singasari). Di antaranya, ada adegan Ken Arok memimpin pasukannya berperang dengan Kerajaan Kediri.
Sejarah lahirnya Kabupaten dan Kota Malang juga digambarkan dengan jelas. Masing-masingdijlenterehkan di ruang yang berbeda. Satu ruang menggambarkan era 1800-1900, ruang lainnya menggambarkan era 1900-1930. Di ruang 1800-1900 terdapat dokumen asli surat-surat tentang pembentukan Kabupaten Malang. Dari situ pengunjung bisa tahu bahwa pemecahan Malang menjadi kabupaten dan kota direncanakan sejak 1883, Ngalamers.
Pencarian dan Pengumpulan Data/Foto/Film serta Benda Bersejarah
Dwi Cahyono mengaku, upaya untuk merealisasikan wujud museum pribadinya itu bukanlah hal yang mudah dilakukan. Bertahun-tahun ia harus menyisir tempat-tempat bersejarah di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu) untuk bisa mendapatkan benda-benda bersejarah yang kini terpajang rapi di museumnya.
Menurut Dwi, hal paling sulit selama penggarapan Museum Malang Tempo Doeleo itu adalah pencarian data. Sebab ia perlu menelusuri tempat maupun mencari pelaku sejarah untuk mencari dan mengumpulkan data, foto, film serta berbagai benda sejarah yang berkaitan dengan sejarah Malang sendiri, Ngalamers.
Tidak hanya berburu dokumen yang sulit, aku Dwi. Ia juga membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 15 tahun untuk mengumpulkan foto-foto jadul (jaman dulu). Misalnya foto-foto Bupati Malang dari yang pertama hingga di tahun 2012, ia membutuhkan waktu selama 10 tahun.
Selain tenaga dan waktu, biaya yang harus dikeluarkan Dwi untuk membuat museum pribadinya itu pun tidaklah sedikit. Bahkan kabarnya Dwi sampai merogoh kocek dengan angka yang cukup fantastis Ngalamers, yakni sekitar Rp 1,5 miliar. "Kalau soal biaya memang cukup besar, tetapi yang penting ini bisa menjadi aset penting Malang. Sebagai tempat yang memang benar-benar menggambarkan Malang," tukasnya.
"Tapi, semua jerih payah itu rasanya lunas ketika museum ini akhirnya jadi," katanya puas.
Wujud Realisasi Cinta Dwi Cahyono Akan Sejarah Malang
Museum pribadi milik putra kedua dari pasangan H. Abdul Madjid dan Hj. Nur Sriati (pemilik restoran Rawon Nguling, Probolinggo, red) itu sendiri akhirnya resmi dibuka pada 22 Oktober 2012. Kemudian, museum ini baru dibuka kepada umum pada keesokan harinya, yakni pada 23 Oktober 2012.
Dwi Cahyono, Pendiri Museum Malang Tempo Doeloe
Ngalamers yang tertarik untuk merasakan 'napaktilas' sejarah Malang yang sesungguhnya melalui Museum Malang Tempo Doeloe milik Dwi Cahyono itu perlu merogoh kocek sebesar Rp 25.000 untuk umum dan Rp 10.000 untuk pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar